Selamat Datang di Website Guru PAI

HUKUM MERAYAKAN VALENTINE

HUKUM MERAYAKAN VALENTINE
Oleh: Hasrian Rudi Setiawan, M.Pd.I

           
Salah satu hari yang ditunggu-tunggu oleh sebahagian kalangan pemuda-pemudi adalah hari valentine, yang terjadi pada tanggal 14 Februari. Pada hari tersebut ada sebagian orang mempercayai bahwa hari tersebut merupakan hari yang tepat untuk menggungkapkan rasa kasih sayang. Itulah disebut dengan hari valentine, yaitu sebuah hari di mana sebagian orang menjadikannya sebagai fokus untuk mengungkapkan rasa kasih sayang mereka terhadap orang yang dicintai. Perayaan Valentine ini tidaklah asing di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Bandung, Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Medan dan kota-kota lainnya. Para remaja, baik pada tingkat SMA bahkan pada tingkat SMP sekalipun sudah mengenal budaya ini. Mereka biasa merayakannya dengan mengadakan pemberian bunga, hadiah berupa cokelat kepada pacarnya, mengadakan pesta musik yang terkadang disertai minuman keras tanpa mempedulikan terjadinya percampuran pria dan wanita yang bukan muhrim. Bahkan, yang lebih parahnya acara ini mereka jadikan sebagai ajang untuk mengekspresikan hawa nafsu kepada lawan jenis, misalnya mencium pipi, memegang tangan, pelukan sampai melakukan perbuatan yang kelewat batas.
Perayaan ini pun rupanya tidak hanya dilakukan oleh remaja saja. Namun kalangan orang dewasapun pun tidak mau ketinggalan untuk merayakan budaya ini. Adapun asal usul ditetapkanya hari valentine ini sebenarnya ada banyak versi yang tersebar. Namun, pada umumnya literature sejarah menyebutkan bahwa perayaan valentine dimulai ketika bangsa Romawi memperingati suatu hari besar setiap tanggal 15 Februari yang dinamakan Lupercalia. Perayaan Lupercalia ini merupakan perayaan upacara penyucian. Mereka merayakan perayaan ini mulai dari tanggal 13 sampai dengan 18 Februari, yaitu dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta yaitu Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama-nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan dijadikan objek hiburan. Kemudian pada tanggal 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala.
 Namun, ketika Kristen Katolik menjadi sebuah agama mayoritas di negara Romawi, penguasa Romawi dan para tokoh agama katolik Roma mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I, tujuannya adalah agar mereka lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, kemudian Paus Gelasius I pada tahun 496 M menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari. Adapun kaitan hari kasih sayang dengan valentine ada beberapa versi di antaranya adalah:
            Versi pertama, menyebutkan bahwa Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan Tuhannya adalah Isa al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya. Versi kedua, menyebutkan bahwa pada hari sebelum Santo Valentinus akan gugur sebagai martir yaitu mati sebagai pahlawan karena memperjuangkan kepercayaan, ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis “Dari Valentinusmu”.  Versi Ketiga, menyebutkan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M.
Dari keterangan di atas tentang asal usul sejarah valentine maka terdapat beberapa alasan mengapa haram hukumnya merayakan hari valentine, yaitu: Pertama, Merayakan valentine berarti meniru orang kafir. Agama Islam telah melarang kita meniru-niru orang kafir. Larangan ini disebutkan dalam hadits Rasulullah Saw, yang artinya: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad ). Dalam hadits di atas, Rasulullah Saw telah menjelaskan kepada kita untuk tidak mengikuti budaya, kebiasaan dan ajaran agama lain. Karena itu, merayakan hari valentine berarti melakukan dan mengikuti kebiasaan dan ajaran agama (kepercayaan) lain.
Kedua, Ucapan selamat hari valentine berakibat terjerumus dalam kesyirikan dan maksiat. Hal ini karena, arti kata valentine sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. karena itu, jika kita menggucapkan kepada orang “to be my valentine” berarti kita meminta orang  tersebut  menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan sang pencipta yaitu tuhan. Hari valentine juga jelas-jelas adalah perayaan dan ajaran nashrani, bahkan semula adalah ritual paganisme. Karena itu, mengucapkan selamat hari kasih sayang atau ucapan selamat dalam hari raya orang kafir lainnya adalah sesuatu yang diharamkan, sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnu Qoyyim bahwa: “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti selamat hari valentine) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.”
Ketiga, Merayakan valentine mendekatkan diri untuk melakukan perzinahan. Hal ini karena, Pada prakteknya orang yang merayakan valentine dengan sekehendak hati melakukan hal-hal yang mendekati pada perzinahan, seperti ciuman, berpelukan pemuda-pemudi yang belum terikat hubungan perkawinan dan melakukan hal-hal lainnya yang mendekatkan pada perzinahan.  Saat ini, perayaan Valentine’s Day mengalami pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatas namakan cinta dan kasih sayang.
            Dalam hari valentine tersebut, terdapat ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Padahal Islam melarang umatnya untuk mendekati zina, apalagi melakukan perbuatan zina. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt, yang artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra’: 32).
Dari keterangan di atas, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa merayakan valentine adalah perbuatan haram dan dilarang dalam ajaran Islam, karena itu, marilah kita hindari untuk merayakan atau tidak ikut-ikutan merayakan hari valentine tersebut. Dan sebagai orang tua kita memiliki kewajiban untuk memberitahu, mengingatkan bahkan melarang kepada anak-anak kita untuk tidak merayakan valentine day tersebut. || Penulis Dosen FAI UMSU. (telah terbit di harian orbit, 2016)


Share this post :

Welcome

SELAMAT DATANG DI WEBSITE GURU PAI ||SEBAIK-BAIK KAMU ADALAH ORANG YANG BERMANFAAT BAGI ORANG LAIN (HADITS NABI) || GURU YANG BAIK ADALAH GURU YANG DAPAT DI GUGU DAN DITIRU.
 
Copyright © 2015. Hasrian Rudi Setiawan - All Rights Reserved