Selamat Datang di Website Guru PAI

BEKAL ILMU UNTUK MENYAMBUT RAMADHAN

BEKAL ILMU UNTUK MENYAMBUT RAMADHAN
Oleh: Hasrian Rudi Setiawan

Dalam menyambut bulan suci ramadhan yang sebentar lagi akan menghampiri kita, bukan hanya dengan suka cita saja, namun juga  dengan mempersiapkan fisik dan terutama mempersiapkan ilmu pengetahuan untuk menjalankan segala rangkaian ibadah yang ada di dalamnya. Karena itu, memiliki bekal ilmu harus kita siapkan agar ibadah kita di bulan Ramadhan tidak menjadi amalan yang sia-sia. Ibnul Qayyim berkata, “Orang yang beribadah tanpa adanya ilmu bagai orang yang berjalan tanpa ada penuntun. Sudah dimaklumi bahwa orang yang demikian akan mendapatkan kesukaran dan sulit untuk selamat. Taruhlah ia bisa selamat, namun itu jarang. Menurut orang yang berakal, ia tetap saja tak terpuji bahkan pantas dapat celaan” (lihat Miftah Daaris Sa’aadah).
Di antara ilmu yang harus adalah ilmu yang dapat membuat ibadah puasa kita sah, dan  tidak menjadi ibadah yang sia-sia, dan ilmu yang membuat puasa kita sempurna serta penuh makna. Adapun ilmu yang harus kita miliki adalah:
Pertama, Ilmu tentang puasa. Puasa memiliki makna menahan diri dari berbagai pembatal puasa mulai dari terbitnya fajar (waktu Subuh) hingga tenggelamnya matahari (waktu Maghrib). Puasa addalah ibadah yang di wajibkan kepada orang yang telah baligh (ditandai dengan mimpi basah atau datang haidh pada wanita), berakal (tidak gila), dalam keadaan sehat, dan tidak sedang safar. Orang yang sakit dan musafir mendapatkan keringanan tidak berpuasa dan mesti mengganti di hari lainnya (menunaikan qadha’).
Begitu pula untuk orang yang sudah berusia lanjut (tua renta) yang tidak kuat lagi untuk berpuasa dan orang yang sakit menahun yang tak kunjung sembuh, mendapat keringanan tidak berpuasa. Sebagai gantinya adalah menunaikan fidyah, yaitu sehari tidak berpuasa berarti menunaikan fidyah berupa satu bungkus makanan yang diberikan pada orang miskin. Wanita hamil dan menyusui pun mendapat keringanan tidak berpuasa jika mereka merasa berat atau khawatir pada keadaan diri atau bayinya. Sebagai gantinya, wanita hamil dan menyusui tersebut mesti menunaikan qadha’ di hari lain saat mereka mampu. Karena keduanya lebih tepat dimisalkan dengan wanita hamil dan menyusui bukan dengan orang yang telah sepuh yang hanya menunaikan fidyah. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Alquran yang artinya: “Dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Albaqarah: 184).
                Hal-hal yang membatalkan puasa adalah makan dan minum dengan sengaja, muntah dengan sengaja, datang haidh dan nifas, keluar mani saat bercumbu dengan istri, dan berhubungan intim dengan sengaja. Kemudian dalam menjalankan ibadah puasa harus dilakukan dengan niat ikhlas karena Allah semata. Niat adalah berkeinginan dalam hati akan melakukan suatu ibadah. Hal ini sebagaimana hadits nabi yang artinya: “Siapa saja yang tidak berniat sebelum fajar (Shubuh), maka tidak ada puasa untuknya” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan An Nasai).
Kedua, Ilmu tentang amalan sunnah yang dapat dilakukan selama bulan suci Ramadhan. Amalan sunah disini adlah amalan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan tambahan pahala disisi Allah namun apabila tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Adapun di antara amalan sunnah yang bisa dilakukan adalah: Pertama, Makan sahur. Makan sahur dikerjakan sebelum waktu imsak, namun disunahkan sebaiknya diakhirkan waktunya. Dalam hadits Rasulullah disebtkan yang artinya: “Makan sahurlah kalian karena dalam sahur itu terdapat keberkahan” (HR. Muttafaqun ‘alaih). Kedua, Menyegerakan berbuka puasa. Jika azan Maghrib telah berkumandang, maka diperintahkan untuk segera berbuka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka” (Muttafaqun ‘alaih). Disunnahkan pula berbuka dengan yang makanan yang manis-manis, misalnya dengan kurma. Jika tidak ada, bisa diganti dengan makanan yang manis lainnya, karena akan mengembalikan kekuatan orang yang telah berpuasa. Ketiga,  Membaca doa ketika berbuka puasa. Hal ini dilakukan saat kita mulai menyantap makanan berbuka, tetap mengucapkan ‘bismillah’ sebagaimana adab yang diajarkan dalam Islam saat makan. Setelah itu mengucapkan doa saat berbuka puasa, “Dzahabazh zhoma-u wabtalatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insya Allah.” (HR. Abu Daud). Atau membaca doa “Allahumma Laka Shumna wa ala Rizqika Aftharna, Allahumma Taqabbal Minna Innaka Antas Samiul ‘Alim.” (HR. Daruqutni). Serta doa sesuai dengan yang di ajarkan Rasul lainya. Keempat, Memberi makan berbuka puasa, yaitu melakukan sedekah kepada orang yang berbuka puasa walaupun hanya seteguk air atau sebiji kurma. Hal ini fadilah pahalanya sama dengan orang yang berpuasa. Hal ini sebagaimana hadits nabi, yang artinya: “Siapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala orang yang berpausa itu sedikit pun juga” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Karena itu, mari kita persiapkan diri kita dalam menyambut bulan suci Ramadhan, baik itu persiapan jasmani, rohani, dan terutama persiapkan pula ilmu dan pengetahuan kita tentang pelaksanaan ibadah dalam bulan suci Ramadhan ini. Agar amalan kita nantinya tidak menjadi amalan yang sia-sia. || Penulis Dosen FAI UMSU. (terbit di harian medan pos).


Share this post :

Welcome

SELAMAT DATANG DI WEBSITE GURU PAI ||SEBAIK-BAIK KAMU ADALAH ORANG YANG BERMANFAAT BAGI ORANG LAIN (HADITS NABI) || GURU YANG BAIK ADALAH GURU YANG DAPAT DI GUGU DAN DITIRU.
 
Copyright © 2015. Hasrian Rudi Setiawan - All Rights Reserved