SEKOLAH
FAVORIT APAKAH HANYA UNTUK KALANGAN BERDUIT
Oleh: Hasrian Rudi Setiawan, M.Pd.I
Dosen Fakultas Agama Islam UMSU
Beberapa
hari yang lalu, tepatnya tanggal 28 Juni 2016. Penulis membaca sebuah surat
kabar yang berisi tentang syarat masuk sekolah negeri favorit harus menyiapkan
uang 6 sampai dengan 11 juta rupiah. Dalam berita tersebut disebutkan bahwa ada
orang tua calon siswa yang keberatan dengan kebijakan yang dibuat oleh salah
satu sekolah di kota Medan sebut saja sekolah “X”, orang tua tersebut keberatan
karena anaknya tidak lulus pada sekolah tersebut, padahal nilai anaknya
memenuhi syarat untuk diterima pada sekolah tersebut. Kemudian orang tua calon
siswa tersebut mendapati ternyata ada nilai calon siswa yang lain yang lebih
rendah dibandingkan nilai UN anaknya ternyata lulus, sementara anaknya yang
nilainya lebih tinggi tidak lulus. Lantas,
karena anaknya kepingin masuk pada sekolah tersebut maka ditawarkan melalui
jalur mandiri yang disediakan dua kelas. Namun, harus membayar biaya yang telah
ditentukan. Kemudian ditanyakanlah berapa nominal yang harus di bayarkan, maka
disebutkanlah oleh kepala tata usaha (TU), bagi calon siswa baru bagi
yang lulus untuk jalur resmi yang lulus tes
seleksi membayar 6 juta. Sedangkan untuk jalur mandiri harus membayar uang 11
juta rupiah. Mendengar nominal yang begitu besar orang tua calon siswa tersebut
terkejut, dan membatalkan untuk memasukkan anaknya di sekolah negeri favorit
tersebut.
Melihat kejadian diatas, tentunya
mengiris hati kita. Apakah sekolah favorit atau pendidikan yang bermutu hanya
untuk kalangan berduit saja?. Apalagi ini sekolah negeri, yang seharusnya biaya
lebih murah dibandingkan dengan sekolah swasta, ini berkali lipat lebih mahal.
Jika dibandingkan dengan sekolah swasta dengan biaya 1.5 juta seorang calon
siswa sudah bisa bersekolah dan sudah dapat membayar uang sekolah, uang baju
seragam dan olah raga hingga uang buku.
Tentunya hal ini sangat mengharukan,
karena bahwa dinegeri ini untuk sebuah bangsu sekolah itu harus dibeli dengan
harga mahal, yang tentunya dirasakan berat oleh sebahagian masyarakat. Untuk
memasukkan putra-putrinya kesekolah saat ini orangtua diharuskan terlebih
dahulu membayar uang pangkal hingga belasan juta, bahkan lebih. Semangkin
tinggi jenjang pendidikannya maka uang pangkalnya juga akan semangkin tinggi,
belum lagi tagihan lainnya yang mencekik leher orangtua, sepeti SPP besarnya (tergantung
status dan favorit tidaknya sebuah sekolah), uang pakaian seragam, uang buku,
uang kegiatan, dan tagihan lainnya dari sekolah. Begitu mahalnya biaya yang dibutuhkan,
maka sekolah favorit kelihatanya hanya bisa dimasuki mereka yang berduit
semata, sedangkan mereka yang berekonomi lemah terpaksa harus gigit jari. Namun
tentunya tidak semua sekolah negeri atau sekolah favorit lainnya seperti itu,
masih banyak sekolah negeri atau sekolah favorit lainnya yang menjalankan
kebijakanya sesuai dengan apa adanya.
Saat ini, tentunya perlu
dipertanyakan kembali komitmen pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan anak
bangsa. Jika pemerintah erius ingin mencerdaskan kehidupan anak bangsa tentunya
pemerintah serius dalam memberantas korupsi yang terjadi khususnya di
lingkungan pendidikan, kasus tersebut merupakan kasus yang ganjil, dimana
seharusnya sekolah negeri, biaya pendidikanya lebih murah di bandingkan dengan
sekolah swasta, ini sekolah negeri malah lebih mahal di bandingkan dengan
sekolah swasta. Hal seperti ini merupakan hal yang tidak wajar. Hingga saat ini
kelihatanya, hanya mereka yan berkantong tebal saja yang dapat menikmati
pendidikan bermutu di negeri ini, sedangkan kaum menegah kebawah hanya sekedar
bisa gigit jari walaupun mereka mampu secara intelektual, namun mereka tidak
mampu secara finansial. Kini sudah saatnya pemerintah, lebih memperhatikan
bidang pendidikan. || Penulis Dosen FAI UMSU. (telah terbit di harian jurnal asia, 2016).