TEORI MULTIPLE INTELLIGENCE
(GARDNER)
Makalah Ini Dibuat dan
Dipresentasikan dalam Rangka Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah: Berfikir Sistemik
Disusun oleh:
Hasrian Rudi Setiawan
BAB
I. PENDAHULUAN
Howard
Gardner melakukan riset dalam bidang neurolopsikologi dan psikologi
perkembangan di mulai pada tahun 1970-an, yang membawanya pada teori kecerdasan
majemuk (Multiple Intelligences), yang pada tahun 1980-an garis-garis
besar teori ini telah dirampungkan. Pada tahun 1993, Howard Gardner menerbitkan
buku dengan judul: Multiple Intelligences: the Theory in Practice, yang
merupakan suatu kumpulan tulisan yang di dalamnya mengkaji point-point utama
teori kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences).[1]
Howard
Gardner menurutnya kecerdasan merupakan suatu kemampuan, dalam proses
kelengkapannya yang sanggup menangani kandungan masalah yang spesifik di dunia.[2] Dengan demikian,
kecerdasan adalah suatu ungkapan dari cara berpikir seseorang yang dapat
dijadikan modalitas untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi dalam
keseharian hidupnya.
Bagi
seseorang kecerdasan memiliki manfaat yang besar bagi diri sendiri maupun dalam
pergaulan dengan masyarakat di sekitar lingkungan hidupnya, sebab dengan
tingkat kecerdasan yang begitu tinggi tentunya seseorang akan semangkin
dihargai dalam pergaulan hidupnya di masyarakat, apalagi apabila ia mampu
berkiprah dalam menciptakan sesuatu yang baru yang bersifat fenomenal tentunya
hal tersebut akan semangkin dihargai oleh lingkungan masyarakatnya.[3]
Pada
awalnya Howard Gardner menemukan tujuh jenis kecerdasan, akan tetapi pada
periode-periode selanjutnya ia kembangkan lagi menjadi delapan jenis
kecerdasan, yaitu: verbal,
mathematical logical, visual spatial, intrapersonal, bodily kinesthetic,
interpersonal, naturalist, musical rhythmic. Namun walaupun demikian,
tidaklah berarti bahwa orang yang mempunya jenis kecerdasan tertentu, misalnya
seseorang memiliki kecerdasan verbal akan menunjukkan kemampuannya tersebut
pada setiap aspek kehidupannya.
Setiap
orang tentunya memiliki delapan jenis kecerdasan sebagaimana yang disebutkan
oleh Howard Gardner tersebut, akan tetapi delapan jenis kecerdasan tersebut
setiap orang memilikinya dalam tingkatan yang berbeda-beda. Tentunya kedelapan
jenis kecerdasan tersebut memiliki karakteristik dan komponen inti. Kehadiran karakteristik
tersebut pada individu menentukan kadar profil kecerdasannya.[4]
Dengan
demikian, kecerdasan-kecerdasan tersebut dalam kehidupan nyata dapat saja
muncul bersamaan atau bahkan muncul secara berurutan dalam suatu aktivitas atau
lebih aktivitas. Dalam suatu kasus dapat saja ada orang yang memiliki tingkat
kecerdasan yang sangat tinggi pada satu jenis kecerdasan akan tetapi rendah
dalam kecerdasan lain.
Dalam dunia
pendidikan khususnya teori kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) mulai
diterima sebab dianggap lebih melayani semua kecerdasan yang dimiliki oleh anak.
Konsep dari teori kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) ini
terlihat mengharuskan pendidik lebih aktif dalam melihat setiap perbedaan
kemampuan atau kecerdasan yang dimiliki setiap individu seseorang. Hal ini
sebagaimana yang dikemukakan oleh Howard Gardner, bahwa tidak ada anak yang
bodoh atau pintar yang ada adalah anak yang mernonjol dalam salah satu atau
berbagai jenis kecerdasan.[5] Dengan demikian konsep
dari teori ini menghapus adanya anggapan orang adanya istilah atau
sebutan anak cerdas atau tidak cerdas, sebab dalam konsep ini semua anak
cerdas, hanya saja konsep cerdas tersebut perlu di defenisikan dengan landasan
baru.
Dalam makalah ini akan dikaji mengenai Teori Multiple Intelegence, yang di dalamnya akan dibahas tentang
hakikat kecerdasan majemuk, dasar teori kecerdasan majemuk, dan delapan
kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh Howard Gardner.
BAB
II. PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences)
Kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) pembahasan tentangnya
akhir-akhir ini banyak menarik perhatian berbagai pihak khususunya dalam
seminar, diskusi ilmiah, sampai pada pelatihan yang melibatkan berbagai
kalangan seperti, guru, orang tua maupun masyarakat umum. Bahkan banyak pakar
pendidikan melakukan kolaborasi dengan pakar lain dalam berbagai multidisiplin
keilmuan mengkaji permasalahan ini.
Setiap
orang pasti mendambakan untuk cerdas, orang tua mendambakan anaknya untuk
cerdas, demikian juga guru pasti mendambakan peserta didiknya menjadi orang
cerdas. Tentunya alasan ini sangatlah rasional, dengan memiliki tingkat
kecerdasan yang tinggi maka seseorang akan semangkin dapat berperan serta dalam
menciptakan sesuatu karya atau gagasan baru yang bermanfaat baik bagi dirinya
dan orang disekitarnya. Karya atau gagasan apapun yang dihasilkan oleh
seseorang merupakan hasil dari kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang. Tidak
ada kepuasan bagi seseorang melainkan dirinya mampu menuangkan kecerdasannya
dan memiliki dampak positif bagi peradaban umat manusia di dunia.
Pada
hakikatnya setiap individu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini
seperti yang dikemukakan oleh Montessori bahwa setiap manusia
dilahirkan dengan potensi kemampuan, dan perkembangan masing-masing bawaan yang
berbeda-beda.[6] Setiap individu manusia juga akan mempertahankan hidup dan
mengembangkan pengetahuan, keterampilan serta sikap dengan cara-cara yang
berbeda pula. Karena itu, setiap individu manusia membutuhkan perhatian secara
individual pada hakikatnya. Seperti halnya dalam mendidik peserta didik, maka
guru tidak boleh menyamaratakan saja perlakuan kepada semua peserta didiknya,
akan tetapi seorang guru harus mengetahui karakteristik dan gaya belajar yang
tidak sama tersebut, demikian juga guru juga harsu mengetahui bahwa setiap
individu manusia memiliki perbedaan kecepatan dalam menerima
informasi-informasi pembelajaran, maka untuk itu orang tua di rumah dan guru di
sekolah harus memperlakukan setiap individu anak yang memang berbeda tersebut
dengan memberikan kesempatan yang berbeda pula.[7]
Setiap individu
peserta didik selayaknya harus memperoleh kesempatan untuk dapat mengembangkan
aspek kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences). Dengan demikian guru
memiliki tantangan terkait dalam rangka menciptakan kondisi pembelajaran yang
kondusif untuk mengembangkan bentuk-bentuk pembelajaran yang sesuai dengan
kadar kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh setiap individu peserta didik.
B. Teori Kecerdasan Majemuk (Multiple
Intelligences)
Howard Gardner di tahun
1983 dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind mengemukakan teori yang
dikenal sekarang dengan sebutan Multiple
Intelligences. Teori ini pada dasarnya
menyebutkan tentang ada banyak cara belajar dan seseorang dapat mempergunakan
intelegensinya yang berbeda untuk mempelajari suatu keterampilan atau suatu konsep.
Misalnya
adalah ketika belajar tentang pohon dan tumbuhan, sebagain anak
mungkin dapat melakukan dengan menempelkan daun-daunan pada lengannya, kemudian
menempelkan pada kakinya kertas cokelat sebagai batang pohon, lalu mengayun-ayunkanya
lengannya layaknya seperti pohon yang sedang bergerak tertiup angin. Selain itu
ada juga anak yang belajar hal yang sama dengan mengamati buku yang bergambar
pohon, yang gambarnya dapat dimainkan dan digerakkan naik turun oleh anak. Anak
tersebut melihat dan meraba setiap bagian dari gambar di dalam buku tersebut
dengan seksama. Informasi tentang pohon dan tumbuhan dapat diserap oleh kedua
anak tersebut, akan tetapi cara yang mereka lakukan berbeda, yang disesuaikan
dengan gaya belajar anak masing-masing. Anak pertama lebih dapat mudah
memperoleh informasi pembelajaran tentang pohon dan tumbuhan disebabkan anak
terlibat secara fisik. Seangkan anak kedua untuk mendapatkan informasi dan
pemahaman terkait tentang pohon dan tumbuhan maka perlu meraba dan merasakannya
lewat gambar.
Kecerdasan menurut
Howard Gardner merupakan kemampuan untuk menyelesaikan persoalan, menciptakan
produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya masyarakat.[8]
Terlihat jelas bahwa titik tekan dari teori kecerdasan majemuk merupakan pada
kemampuan untuk menyelesaikan problem dan untuk menciptakan suatu karya baik
berupa gagasan ataupun produk tertentu. Secara terperinci Howard Gardner
menyebutkan bahwa kecerdasan merupakan: Pertama, kemampun untuk
menciptakan suatu produk yang efektif atau menymbangkan pelayanan yang bernilai
dalam suatu budaya; Kedua, potensi untuk menemukan jalan keluar
terhadap problem-problem yang melibatkan penggunaan pemahaman baru; Ketiga,
sebuah perangkat keterampilan menemukan atau menciptakan bagi seseorang dalam
memecahkan permasalahan dalam hidupnya.[9]
Kecerdasan pada setiap individu manusia dalam perkembangannya dapat dipengaruhi
oleh faktor genetik dan lingkungan, sehingga setiap individu manusia memiliki
kecerdasan yang berbeda-beda.
Dalam teori belah otak
disebutkan bahwa otak merupakan sekumpulan jaringan saraf yang terdiri atas dua
bagian utama, yaitu otak besar dan otak kecil.[10]
Otak besar pada manusia ada belahan yang memisahkan antara belahan kiri dan
belahan otak kanan. Pada belahan ini di hubungkan dengan serabut saraf. Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh seorang ahli neurolog dari Institut
Teknologi California Amerika Serikat, yaitu Rogert walcot Sperry di temukan
bahwa masing-masing dari belahan orak tersebut memiliki tugasnya masing-masing
akan tetapi sanling melengkapi (mengisi).[11]
Fungsi dari belahan
kiri untuk mengembangkan kemampuan menulis, bicara maupun berhitung. Dengan
demikian, bahwa belahan kiri tersebut mengontrol kemmapuan untuk menganalisis
sehingga berkembang kemampuan untuk berfikir secra bertahap dan sisitematis.
Artinya bahwa dalam menyelesaikan suatu problematika, belahan otak kiri
tersebut akan berkerja berdasarkan fakta uraian yang logis dan sistematis.
Sedangkan fungsi dari belahan otak kanan tersebut mengembangkan kemampuan
visual dan spasial (pemahaman ruang). Belahan ini akan bekerja berdasarkan
data-data yang ada dalam pikiran baik berupa bentuk, suara atau gerakan. Dengan
menggunakan imajinasinya seseorang akan menggunakan data-data tadi sesuai
dengan intuisinya.[12]
Intinya dengan demikian bahwa belahan kanan otak bekerja dengan lebih
menekankan pada cara berfikir sisntesis. Kemampuan mengembangkan otak kanan
tersebut yang mengembangkan kreativitas anak.
Untuk dapat
menyelesaikan dengan baik setiap problematika yang muncul dalam kehidupan,
seseorang tidak cukup hanya pandai dalam pengetahuan formal saja akan tetap ia
juga harus mampu berfikir kreatif untuk dapat menyelesaikan suatu problematika
yang dihadapinya. Dalam kegiatan pembelajaran baik yang dilakukan pada lingkungan
sekolah maupun pada lingkungan di rumah hendaknya kedua belahan otak tersebut
diberikan kesempatan yang sama melalui berbagai aktivitas dan stimulus yang
diberikan dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.
Para pendidik baik guru
ataupun orang tua saat ini sering mempergunakan teori kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences). Pada hakikatnya setiap manusia mempunyai semua kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) tersebut,
akan tetapi masing-masing individu manusia memiliki satu atau beberapa
kecerdasan yang lebih dominan dibandingkan dengan kecerdasan yang lain.[13]
Dalam
beberapa hal sebenarnya guru maupun orang tua mengetahui secara naluriah bahwa
setiap orang belajar dengan cara-cara dan gaya belajar yang berbeda-beda. Hal
ini tentunya dapat diketahui dari ketertarikan antara seseorang anak dengan
anak yang lainnya terhadap suatu aktivitas, ada anak yang bekerja dengan
menunjukkan keantusiasan yang tinggiakan tetapi adapula yang terlihat seperti
tidak memiliki gairah untuk melakukannya.
Mengetahui
berbagai aspek yang terdapat dalam kecerdasan majemuk pada hakikatnya terdapat
tujuan penting, diantaranya adalah para pendidik diharapkan dapat memperlakukan
peserta didiknya sesuai dengan cara-cara dan gaya belajar mereka masing-masing.
Tidak jarang sebagai seorang mendidik memperoleh kekecewaan bahkan rasa
frustasi dalam menghadapi berbagai macam peserta didik yang memiliki berbagai
macam karakteristik yang berbeda-beda. Hal ini pada dasarnya sungguh suatu
kewajaran terhadap rasa kecemasan akan ketidak berhasilan peserta didik
melakukan suatu pelajaran. Dengan lebih memahami kecerdasan individu
masing-masing peserta didik dan bagaimana gaya belajar mereka masing-masing tentunya
akan membantu para pendidik dalam menghadapi peserta didik terutama dalam
mengajari peserta didik dengan cara yang paling sesuai dengannya untuk
menguasai terhadap informasi-informasi pembelajaran atau berbagai keterampilan
secara lebih cepat.
C.
Delapan
Kecerdasan Manusia
Multiple Intelligence
yang dikemukakan oleh Gardner tersebut merupakan sebuah penilaian yang
menggambarkan secara deskriptif tentang bagaimana individu menggunakan
kecerdasannya untuk menyelesaikan suatu problematika dan menghasilkan suatu
karya, gagasan atau prodak tertentu yang memiliki manfaat.[14]
Multiple Intelligence juga merupakan suatu pendekatan yang dipergunakan
sebagai alat untuk melihat bagaimana pikiran manusia mengoprasikan dunia, baik
itu benda-benda yang kongkrit ataupun yang abstrak.
Gardner berpendapat
dalam teori Multiple Intelligence, bahwa tidak ada anak yang bodoh atau
pintar yang ada adalah anak yang menonjol dalam satu atau beberapa jenis
kecerdasan saja. Karena itu, dalam menilai maupun menstimulasi kecerdasan pada
diri setiap individu peserta didik, maka baik guru maupun orang tuaselayaknya
dengan cermat dan jeli merancang sebuah metode khusus.
Untuk dapat lebih paham
tentang kecerdasan majemuk yang dapat dikembangkan pada diri setiap individu
peserta didik, maka berikut ini akan diuraikan tentang delapan kecerdasan
manusia, diantaranya adalah:
1.
Verbal
Dalam teori yang dikemukakan oleh Howard
Gardner, bahwa kecerdasan verbal adalah salah satu unsur dari kecerdasan
majemuk.[15]
Kecerdasan verbal dalam kehidupan sehari-hari adalah salah satu kecerdasan yang
penting dimiliki oleh setiap individu manusia. Hal ini karena kecerdasan verbal
terkait dengan kemampuan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan.[16]
Arif Rochman juga mengatakan bahwa kecerdasan verbal
merupakan suatu kemampuan akal yang dimiliki oleh masing-masing individu
manusia untuk menggunakan kata-kata baik secara lisan ataupun tulisan secara
efektif.[17]
Dengan demikian bahwa, kecerdasan verbal
dapat juga disebut dengan kecerdasan linguistik, yaitu suatu kecerdasan dalam
mengolah kata, atau kemampuan dalam mempergunakan kata secara efektif baik
secara lisan maupun secara tulisan. Jadi kecerdasan verbal
sangat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengkomunikasikan ide maupun gagasannya.
Peserta didik yang mempunyai kecerdasan verbal yang baik, maka peserta didik
tersebut akan dapat berkomunikasi dengan orang lain baik secara lisan maupun
non lisan.
Selain itu, orang yang memiliki
kecerdasan ini akan mampu berargumentasi dengan baik, meyakinkan orang,
menghibur, atau mengajar dengan efektif dengan kata-kata yang diucapkannya.
Pada hakikatnya kecerdasan verbal ini memiliki beberapa keterampilan, yaitu keterampilan-keterampilan
untuk menulis dengan kreatif, mengarang suatu cerita atau menuturkan lelucon,
mudah menghafal nama, tempat, tanggal atau hal-hal kecil, mengeja kata-kata
dengan tepat dan mudah, dan mempunyai kosakata yang luas untuk siswa seusianya.
Selain itu, orang yang memiliki kecerdasan verbal yang baik karakteristiknya
adalah gemar membaca buku, menyukai pantun yang lucu dan permainan kata, suka
mengisi teka-teki silang, gemar mendengarkan program radio, pembacaan buku, dan
sebagainya.[18]
. Ada beberapa tujuan dalam
mengembangkan kecerdasan verbal, diantaranya adalah: 1) Agar anak mampu
berkomunikasi dengan baik mempergunakan lisan maupun tulisan; 2) Mampu
mengingat ataupun menghafal informasi; 3) Memiliki kemampuan bahasa untuk
meyakinkan orang lain; 4) Mampu memberikan keterangan atau penjelasan.[19]
Dalam kurikulum materi yang dapat
mengembangkan kecerdasan visual diantaranya adalah: bunyi, abjad, ejaan,
menulis, membaca, menyimak, berdiskusi atau berbicara dan menyampaikan laporan
secara lisan.[20]
Dalam mengembangkan kecerdasan visual terutama pada anak usia diri, maka
terdapat beberapa kiat-kiat yang dapat dipergunakan diantaranya adalah: 1)
Mengajak anak berbicara; 2) Membacakan cerita; 3) Bermain huruf atau mengenali
huruf; 4) Merangkai cerita; 5) Bermain peran; 6) Berdiskusi; 7) Memperdengarkan
lagu.[21]
2.
Mathematical Logical
Mathematical logical merupakan kecerdasan dalam hal angka dan logika. Kecerdasan ini
melibatkan keterampilan dalam mengolah angka maupun kemahiran dalam menggunakan
logika. Kecerdasan mathematical logical pada umumnya adalah kecerdasan
yang dimiliki oleh para pemogram komputer, ilmuan dan akuntan. Kecerdaan jenis
ini pada dasarnya melibatkan kemampuan dalam menganalisis masalah secara logis menemukan
dan membuat rumus-rumus matematika serta melakukan penyelidikan terhadap suatu
secara ilmiah.
Kecerdasan mathematical logical merupakan
kemampuan menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar.[22] Sedangkan menurut
Gardner kecerdasan mathematical logical merupakan kemampuan
penalaran ilmiah, berfikir logis, perhitungan secara matematis, penalaran
induktif/deduktif, dan ketajaman pola-pola abstrak serta hubungan-hubungan.[23]
Dengan demikian, kecerdasan
mathematical logical adalah kemampuan untuk menangani bilangan
dan perhitungan, pola dan pemikiran logis dan ilmiah. Kecerdasan mathematical logical juga
merupakan proses berpikir ilmiah dalam menyelesaikan suatu problematika
dengan berlandaskan pada kebenaran logika.
Dalam kurikulum materi yang dapat
mengembangkan kecerdasan logika matematika ini antara lain adalah: perhitungan,
pengukuran, geometri, statistic, peluang, pemecahan masalah, logika permainan
strategi, petunjuk grafik, bilangan dan beberapa pola.[24] Adapun cara mengembangkan
kecerdasan Mathematical logical khususnya pada anak adalah:
Pertama, menyelesaikan puzzle atau juga dapat juga dengan menggunakan
permainan lain seperti domino atau ular tangga. Permainan ini tentunya akan
mengasah kemampuan anak dalam memecahkan berbagai masalah menggunakan logika. Kedua,
mengenal bentuk geometri. Hal ini dapat dilakukan dengan memulainya pada
kegiatan-kegiatan yang sederhana, seperti dengan menggantungkan berbagai bentuk
geometri yang berbeda warna atau dapat juga dibuat bentuk bentuk yang berbeda
seperti oval, segiemapat, trapezium dan lain sebagainya. Ketiga,
mengenalkan bilangan melalui sajak berirama dan lagu, pengenalan bilangan
melalui nyanyian anak-anak atau dapat juga membuat lagu tentang pengenalan bilangan.
Keempat, eksplorasi pikiran melalui olah pikiran ringan dan diskusi,
misalnya mengaitkan pola hubungan sebab akibat, perbandingan, atau pengenalan
bilangan dengan topik yang menarik bagi anak, bermain tebak-tebakan. Kelima,
eksperimen dialam yaitu dengan car membawa anak bermain diluar rumahdan biarkan
anak bereksplorasi dengan alam. Keenam, memperkaya pengalaman
berinteraksi dengan konsep matematika, yaitu dengan cara mengikutsertakan anak
berbelanja mencermati berat ukuran suatu benda dan lain sebagainya.
3.
Visual Spasial
Visual spasial menurut Amstrong adalah
suatu kemampuan untuk memvisualisasikan gambar didalam pikiran seseorang.[25] Pada hakikatnya
kecerdasan ini dipergunakan untuk menggambarkan maupun mengimajinasikan suatu
gambar didalam pikiran setiap individu.
Kecerdasan visual spasial merupakan suatu kemampuan untuk menggambarkan
atau mengimajinasikan atau mempersepsikan suatu gambar secara akurat baik dalam
ukuran maupun bentuk dari objek tersebut sehingga mampu melakukan
perubahan-perubahan terhadap persepsinya sebagai hasil dari persepsinya
tersebut.[26]
Kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam kecerdasan ini adalah
seseorang dapat menggambar sesuai objek, kemudian seseorang juga telah mampu menceritakan
gambar yang sifatnya visual dan juga telah mampu membuat kontruksi tiga dimensi
dan juga tampak lebih mudah belajar dengan menggunakan teks dan gambar.
Kecerdasan visual-spasial tentunya memiliki pengaruh dalam proses belajar
seseorang di jenjang pendidikannya. Salah satunya, membantu dalam memahami soal
cerita matematika dimana akan lebih mudah memahami konsep pengurangan,
penambahan, perkalian bahkan pembagian.
Dalam kurikulum materi yang dapat
mengembangkan kecersadan visual spasial diantaranya adalah: gambar, video, menggunakan
model atau diagram.[27] Adapun cara yang dapat
dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan visual spasial khususnya pada anak
adalah: Pertama, menggambar dan melukis. Kegiatan menggambar dan melukis
dapat melatih dan merangsang kreativitas pada individu peserta didik demikian
juga imajinasinya. Selain itu kegiatan menggambar dan melukis juga merupakan
ajang bagi anak untuk mengekspresikan diri.
Kedua, mencoret-coret. Untuk mampu menggambar, anak memulainya
dengan tahapan mencoret terlebih dahulu. Kegiatan mencoret-coret menuntut
koordinasi tangan dan mata anak. Hal ini merupakan kemampuan yang mendukung
kecerdasan visual spasial, sebab coretan yang merupakan tahapan dari menggambar
merupakan sarana untuk menggambarkan imajinasi dan kreativitas pada anak. Ketiga,
Membuat prakarya, dalam meningkatkan kecerdasan visual spasial kegiatan membuat
prakarya juga dapat dilakukan. Adapun kerajinan tangan yang dapat dilakukan
khususnya oleh anak adalah menggunakan kertas. Kerajinan tangan menuntut
kemampuan anak memanipulasi bahan. Selain itu, dengan kegiatan membuat prakarya
maka melatih kreativitas, kepercayaan diri dan imajinasi pada anak.
4.
Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal merupakan
kecerdasan seseorang yang mampu memahami diri sendiri, mengetahui kelemahan
yang ada pada dirinya sendiri, sehingga dapat memotivasi diri atau bertindak berdasarkan pemahaman tersebut.[28] Dengan demikian kecerdasan
interpersonal merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk berfikir
secara reflektif. Kemampuan yang terkait dengan kecerdasan intrapersonal diantaranya
adalah adalah: kemampuan mengenali identitas/jati diri, kemampuan memahami
kelebihan dan kelemahan diri, kemampuan mengendalikan dan memotivasi diri dan
kemandirian. Kegiatan-kegiatan yang dapat membuat seseorang memahami seluk beluk tentang dirinya
seperti melakukan meditasi, berfikir, bermimpi, berdiam diri, mencanagkan tujuan,
merenung, refleksi, menilai diri.[29]
Dalam kurikulum materi yang
dapat mengembangkan kecerdasan intrapersonal antara lain: refleks, perasaan, self
analysis, keyakinan diri, mengagumi diri sendiri, perencanaan untuk masa
depan. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan
intrapersonal khususnya pada anak dilingkungan adalah: Pertama, menuangkan
isi hati dalam buku harian. Setiap orang tentunya memiliki suara hati yang akan
dialami pada suatu saat. Agar mampu terbiasa mencurahkan isi hati maka berilah
kegiatan dengan mengisi buku harian yang di dalamnya dituangkan segala isi hati
dalam bentuk tulisan maupun gambar. Kedua, bercerita tentang kelebihan,
kelemahan dan minat anak. Orang tua dalam hal ini dalam kondisi yang santai
dapat menanyakan pada anak dimana kesenangan atau kecenderungan anak terhadap
sesuatu dan mana pula ketidak sukaan anak terhadap suatu hal tertentu. Ketiga,
Membayangkan diri dimasa datang. Orang tua dapat melakukan komunikasi dengan
anak terkait jika besarnanti anak akan menjadi apa?, apa cita-cita anak ketika
ia sudah besar nanti?. dari kegiatan tersebut orang tua dapat mengetahui apa
yang diinginkan anak di masa yang akan datang. Keempat, berimajainasi
tentang suatu tokoh yang digemari.[30]
.
5.
Interpersonal
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk
memahami dan bekerjasama dengan orang lain.[31]
Seseorang yang memiliki kecerdasan ini akan mudah
bergaul, berkomunikasi, dan berinteraksi pada orang lain. Selain itu, Orang
yang punya kecerdasan ini memiliki sifat rasa belas kasihan dan tanggung jawab
sosial yang besar.
Kecerdasan interpersonal pada hakikatnya menuntut
kemampuan untuk menyerap dan tanggap terhadap suasana hati, perilaku, niat, dan
hasrat orang lain. Pengembangan kecerdasan interpesonal sangat penting bagi
anak sebab akan menjadi dasar saat anak bergaul dengan teman serta lingkungan.Fenomena
hari ini masih banyak orang yang belum dapat mengembangkan kecerdasan
interpersonalnya secara baik, misalnya pada lingkungan pergaulan sehari-hari.
Seseorang belum dapat memilah-milah perkataan yang dapat diterima oleh teman
lainnya. Dalam hal ini seseorang sering mengucapkan kata-kata kasar, mencemooh,
mengejek teman, dan sebagainya.
Adapun kegiatan yang mencakup kecerdasan ini diantaranya
adalah: memimpin, berinteraksi, mengorganisasi, menyayangi, berbagi,
sosialisasi, menjadi pendamai, klub, kerjasama, kelompok.[32] Dalam kurikulum materi
program yang dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal diantaranya adalah:
belajar berkelompok, mencapai consensus, mengerjakan suatu proyek, berteman
dalam kehidupan sosial. Adapun cara mengembangkan kecerdasan interpersonal
khususnya pada anak, diantaranya adalah: 1) Mengembangkan dukungan kelompok; 2)
Menetapkan aturan tingkah laku; 3) Melakukan kegiatan sosial di lingkungan; 4)
menyelesaikan konflik secara bersama-sama; 5) Menghargai perbedaan pendapat
dengan teman sebaya; 6) Menumbuhkan sikap ramah dan memahami keragaman budaya
lingkungan sosial; 7) Melatih kesabaran menunggu giliran berbicara dan
mendengarkan pembicaraan orang lain terlebih dahulu.[33]
6.
Bodily Kinesthetic
Kecerdasan bodily kinesthetic merupakan
suatu kecerdasn dimana saat menggunakannya seseorang mampu melakukan gerakan-gerakan
yang bagus, menari, berlari, membangun sesuatu, semua seni dan hasta karya.[34] Banyak orang yang
berbakat secara fisik akan tetapi tidak menyadari bahwa mereka menunjukkan
bentuk kecerdasan yang tinggi, yang kecerdasan tersebut memiliki nilai yang sama
dengan kecerdasan-kecerdasan lainnya.
Ada beberapa karakteristik seseorang
memiliki kecerdasan bodily kinesthetic, diantaranya adalah: Pertama,
seseorang memiliki kemampuan yang bagus dalam bidang gerakan fisik dan sistem
koordinasi anggota tubuh. Kedua, mengekspresikan dirinya melalui gerakan
atau olah tubuh (body language). Ketiga, memiliki kemampuan dalam
memproses informasi melalui interaksi antara berbagai ruang disekitar. Keempat,
memiliki koordinasi antara mata dan tangan yang sangat baik.
Dalam kurikulum materi yang dapat
mengembangkan kecerdasan fisik diantaranya adalah: aktivitas fisik, menari,
dansa, modeling, body languages, olahraga dan penampilan.[35]
7.
Naturalist
Kecerdasan naturalis merupakan suatu
keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies baik flora maupun fauna di
lingkungan sekitar, mengenali eksistensi suatu spesies, memetakan hubungan
antara beberapa spesies.[36] Selain itu, kecerdasan
naturalis juga meliputi kepekaan pada fenomena alam lainnya, seperti
gunung-gunung, laut, dan formasi awan. Merurut Howard Gardner,
kecerdasan naturalis adalah suatu kemampuan untuk mengenali, membedakan,
mengungkapkan dan membuat kategori terhadap apa yang dijumpai di alam maupun
lingkungan.[37]
Dengan demikian, kecerdasan naturalis merupakan
kemampuan dalam melakukan kategorisasi dan membuat hierarki terhadap keadaan
organisme seperti tumbuh-tumbuhan, binatang dan alam. Kecerdasan naturalis pada
dasarnya merupakan kecerdasan berbasis alam. Orang masa lalu yang memiliki
kecerdasan naturalis dapat diidentifikasi dari perbuatan mereka yang membantu
kehidupan orang lain untuk mampu bertahan hidup, sebab pada dasarnya mereka mengetahui
makanan apa yang bisa dimakan dan bagaimana menggunakan obat secara alami.
Dalam kurikulum materi program yang
dapat mengembangkan kecerdasan naturalis, diantaranya adalah: ilmu botani sains
permulaan, gejala-gejala alam, atapun hubungan antara benda hidup dengan benda
tak hidup yang terdapat dilingkungan alam sekitar.[38] Adapun cara yang dapat
dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan naturalis khususnya pada anak,
diantaranya adalah: Pertama, peserta didik diberi kesempatan untuk
mengetahui kemampuan yang terdapat pada dirinya. Kedua, ceritakan
kondisi akhir sebagai suatu inspirasi bagi mereka, seperti ahli-ahli alam, para
peneliti alam dan lain sebagainya. Ketiga, buatlah kegiatan khusus yang dapat
dimasukkan ke dalam kecerdasan naturalis, seperi dengan membuat karya wisata ke
kebun binatang dan mengunjungi observatorium.
8.
Musical Rhythmic
Kecerdasan musical rhythmic adalah kemampuan untuk menyimpan
nada dalam benak seseorang, mengingat irama itu, dan secara emosional
terpengaruh oleh musik.[39]
Dengan demikian kecerdasan musical rhythmic merupakan
kemampuan menangani bentuk-bentuk musikal, dengan cara memersepsi (penikmat
musik), membedakan (kritikus musik), menggubah (komposer), mengekspresikan
(penyanyi). Kecerdasan musical rhythmic meliputi kepekaan terhadap irama, pola
titik nada pada melodi, dan warna nada atau warna suara suatu lagu.
Karakteristik seseorang
yang memiliki kecerdasan musikal adalah mereka lebih menyukai permainan
alat-alat musik serta terlibat dalam kegiatan dengan musik seperti paduan suara
atau drum band, bermain alat musik modern atau tradisional seperti angklung.
Kecerdasan musik
merupakan kecerdasan yang paling dini muncul. Kecerdasan ini sudah tampak
ketika seseorang masih sangat kecil. Bahkan sejak dalam kandungan. Kecerdasan
musik sangat penting dalam kehidupan manusia. Kecerdasan ini perlu dirangsang
sejak dini, bukan saja demi mengembangkan kecerdasan musikal, namun juga demi
mengasah kepekaan emosi dan merangsang kecerdasan yang lain.
Anak-anak dengan
kecerdasan musical rhythmic belajar melalui
irama dan melodi. Mereka bisa mempelajari apa pun dengan lebih mudah jika hal
itu dinyanyikan, diberi ketukan, (atau disiulkan untuk yang sudah bisa
bersiul). Musik bagi mereka, membantu mempelajari sesuatu yang baru. Karena
itu, sangat bijaksana jika para pendidik menyediakan perangkat bermusikal
seperti lagu-lagu dalam kaset, untuk membantu mereka.
Dalam
kurikulum materi program yang dapat mengembangkan kecerdasan musical rhythmic,
diantaranya adalah: melodi, mendengarkan musik, instrumentalia dan bernyanyi
bersama atau sendiri.[40] Adapun cara yang dapat
dilakukan dalam mengembangkan kecerdasan musical rhythmic pada anak adalah: Pertama,
peserta didik diberi kesempatan untuk melihat kemampuan dirinya dan buat mereka
lebih percaya diri, adapun caranya adalah beri mereka pertanyaan seperti siapa
yang bisa bernyanyi?, kemudian tanyakan kembali siapa yang dapat mengunakan alat
music dan lain sebagainya. Kedua, berikan stimulus ringan pada peserta
didik hal ini bertujuan untuk agar mereka termotivasi. Hal ini dapat dilakukan
dengan membuat kegiatan-kegiatan khusus yang dapat dimasukkan dan dikembangkan
dalam kecerdasan musikal. Ketiga, pengalaman empiris praktis yaitu
dengan membuat penghargaan pada karya-karya yang dihasilkan anak, seperti
dengan membuat pentas seni atau rak yang berisi prestasi atau karya yang
dihasilkan oleh anak.
D.
Strategi
Penerapan Kecerdasan Majemuk (Multiple
Intelligence)
Guru
maupun orang tua untuk mempermudah tugas mereka dalam melakukan deteksi
terhadap kemungkinan cara belajar yang dimiliki oleh peserta didik maka berikut
ini akan diuraikan beberapa kecenderungan yang kemungkinan ditunjukkan oleh peserta
didik dalam penggungkapan cara berfikirnya, kegemaran dan juga kebutuhan yang
mendukung aktivitas tersebut. Hal ini dapat dilihat pada tabel D.1.
No
|
Kecenderungan
Anak
|
Cara Berfikir
|
Kegemaran
|
Kebutuhan
|
1
|
Verbal (Linguistik)
|
Melalui kata-kata
|
Membaca, menulis, bercerita, bermain
permainan kata
|
Buku, alat tulis, kertas, diskusi,
dialog, debat dan cerita
|
2
|
Visual Spasial
|
Melalui kesan dan gambar
|
Memcoret-coret, menggambar dan
mendesain
|
Seni, video, game imajinasi, buku yang
berisi banyak ilustrasi dan slide
|
3
|
Mathematical Logical
|
Melalui penalaran
|
Berhitung, memecahkan teka-teki logis,
bereksperimen
|
Bahan-bahan untuk bereksperimen,
materi sains, kegiatan manipulative dan kunjungan keplanetarium.
|
4
|
Naturalis
|
Melalui alam dan pemandangan alam
|
Berkebun, bermain dengan binatang
peliharaan, meneliti alam, peduli pada lingkungan.
|
Akses ke alam, kesempatan untuk
berinteraksi dengan binatang, peralatan untuk meneliti alam.
|
5
|
Bodily
Kinesthetic
|
Melalui sensasi somatis
|
Menari, berlari, melompat, membuat bangunan,
meraba, menggerakkan isyarat tangan.
|
Bermain drama, bergerak, olahraga,
belajar dengan cara yang terlibat langsung (handson learning) dan
pengalaman yang berhubungan dengan indra peraba (tactile experiences)
|
6
|
Interpersonal
|
Dengan cara melemparkan gagasan pada
orang lain
|
Memimpin, mengorganisasi, menebarkan
pengaruh, menjadi mediator
|
Teman-teman pemain kelompok, pertemuan
sosial, perkumpulan, penasihat
|
7
|
Intrapersonal
|
Berhubungan dengan kebutuhan perasaan,
cita-citanya
|
Menyusun tujuan, konseptor, melamun,
merenungkan, merencanakan
|
Tempat rahasia, waktu menyendiri
|
8
|
Musical Rhythmic
|
Melalui irama dan melodi
|
Bernyanyi, bersiul, bersenandung,
mendengarkan, mengetuk-ngetuk tangan dan kaki
|
Kunjungan ke konser musik, alat musik,
waktu bernyanyi bersama.
|
Tabel D.1:
Kecenderungan Penerapan Multiple Intelligence
Bagi
orang tua dan guru pemahaman tentang teori kecerdasan majemuk itu sangat
penting, akan tetapi hal yang terpenting lagi adalah bagaimana penerapan teori
kecerdasan majemuk dalam penyusunan kegiatan pembelajaran. Penerapan kegiatan
pembelajaran yang bernuansakan kecerdasan majemuk akan lebih baik lagi apabila
guru ataupun orang tua sebagai pendidik memiliki motivasi dan kreativitas dalam
penerapannya. Berhubungan dengan tugas seorang guru maka akan disebutkan
beberapa contoh penerapan teori kecerdasan majemuk dalam penyusunan kegiatan
pembelajaran.
Contoh 1: Penerapan Materi
Program Kecerdasan Verbal
No
|
Tujuan Belajar dan
Aspek Yang Dikembangkan
|
Aktivitas Peserta
Didik
|
Metode
|
Media
|
1
|
Abjad dan Membaca
· Mengenalkan bunyi
huruf vokal dan konsonan
· Membuat kata dari
huruf awal yang sudah ditentukan
· Melatih kemampuan
berbicara
|
Bermain raja
·
Posisi anak membentuk lingkaran
·
Guru memulai dengan memengang kartu huruf yang akan dikenalkan
(misalnya: huruf “a”)
·
Guru menyebutkan makanan yang disukan dan tidak disukai dengan
menggunakan mahkota raja dengan menggunakan huruf awalan “a” (misalnya apel)
untuk makanan yang disukai, kemudian menyebutkan ayam untuk makanan yang
tidak disukai.
·
Kemudian guru mengurutkan topi raja tersebut dan siswa
menyebutkan makanan yang disukai dan tidak disukai dengan mempergunakan huruf
yang berawalan “a” tersebut.
|
Praktek langsung
|
Topi raja dan
kartu-kartu huruf vokal dan konsonan
|
2
|
Menulis
·
Menulis huruf dari yang termudah sampai yang sulit
·
Melatih ketepatan dalam menulis huruf atau ukuran
|
·
Menulis huruf dengan cara mencontoh tulisan guru
·
Menulis dalam buku garis tiga
|
Pemberian tugas
|
Bentuk-bentuk huruf
Buku garis tiga (untuk
melatih ukuran huruf)
|
Tabel D.2: Contoh
Penerapan Materi Program Kecerdasan Verbal
Contoh 2: Penerapan Materi
Program Kecerdasan Mathematical Logical
No
|
Tujuan Belajar dan
Aspek Yang Dikembangkan
|
Aktivitas Peserta
Didik
|
Metode
|
Media
|
1
|
Bilangan
Mengenal konsep bilangan 1-10
|
Anak memilih kartu angka dan menyebutkan bilangan yang terdapat
dikartu.
|
Demontrasi
Praktek langsung
|
Kartu angka
|
2
|
Pengukuran
Mengelompokkan benda
sesuai ukuran
|
Anak mengelompokkan
benda menurut ukuran (tinggi atau rendah)
|
Demontrasi
Praktek langsung
|
Balok
|
Tabel D.3: Contoh
Penerapan Materi Program Kecerdasan Mathematical Logical
Contoh 3: Penerapan
Materi Program Kecerdasan Visual
Spasial
No
|
Tujuan Belajar dan
Aspek Yang Dikembangkan
|
Aktivitas Peserta
Didik
|
Metode
|
Media
|
1
|
Video (Audio Visual)
·
Pengetahuan awal tentang bendak bergerak
·
Mengembangkan imajinasi anak
·
Menciptakan dalam bentuk gerak
|
·
Anak melihat film animasi yang diputar oleh guru.
·
Menceritakan kembali apa yang telah ditonton.
·
Anak dapat berimajinasi dengan bermain peran.
|
Praktek langsung (anak menonton tv bersama guru)
|
Video, TV, Program animasi, komputer
|
2
|
Gambar
·
Anak dapat mengembangkan motorik halus
·
Anak diberikan kebebasan untuk menciptakan kreativitas sendiri
melalui gambar.
·
Melatih konsentrasi mata dan tangan
|
·
Menggambar bebas sesuai dengan keinginan anak
·
Anak dapat menciptakan gambar
·
Pengetahuan tentang berbagai bentuk gambar
|
Praktek langsung
menggambar bebas
|
Buku gambar, crayon
dan lain sebagainya
|
Tabel D.4: Contoh
Penerapan Materi Program Kecerdasan Visual Spasial
BAB
III. PENUTUP
Kecerdasan pada
hakikatnya adalah kemampuan untuk menyelesaikan setiap problematika,
menciptakan suatu karya, produk atau gagasan yang berharga dalam kehidupan
masyarakat. Teori kecerdasan majemuk pada hakikatnya lahir sebagai suatu
bantahan dan pembuktian bahwa kecerdasan tidaklah bersifat tunggal atau hanya
(IQ) saja, akan tetapi kecerdasan itu majemuk.
Setiap individu manusia
memiliki kekuatan pemahaman yang berbeda-beda dan memiliki berbagai macam cara
yang berbeda pula dalam menyelesaikan setiap problematka yang dihadapi dan untuk
menciptakan suatu karya, produk ataupun gagasan yang memiliki manfaat bagi
dirinya dan orang lain.
Delapan kecerdasan yang
dimiliki oleh individu adalah verbal,
mathematical-logical, visual-spatial, intrapersonal, bodily-kinesthetic,
interpersonal, naturalist, dan musical-rhythmic. Orang tua di rumah dan guru di
lingkungan sekolah dapat mengembangkan kedelapan kecerdasan tersebut. Dengan
lebih memahami kecerdasan individu masing-masing peserta didik dan bagaimana
gaya belajar mereka masing-masing tentunya akan membantu para pendidik dalam
menghadapi peserta didik terutama dalam mengajari peserta didik dengan cara
yang paling sesuai dengannya untuk menguasai terhadap informasi-informasi
pembelajaran atau berbagai keterampilan secara lebih cepat.
Konsep
Multiple Inteligences anagt penting untuk dipahami dan dipraktikkan, sebab
seorang yang berprofesi sebagai pendidik khusunya dapat membantu peserta
dididknya dan bahkan diri mereka sendiri untuk memaksimalkan segenap ponensi
yang ada pada diri masing-masing sehingga mampu bersaing dalam persaingan yang
kemangkin ketat ini.
Daftar
Pustaka
Amalia Wahyuni. Hubungan Kecerdasan
Interpersonal Siswa Dengan Perilaku Verbal Bullying di SD Negeri 40 Banda Aceh,
“Jurnal Pesona Dasar”, Vol.3, No.4 (2016).
Arif Rohman. Memahami Pendidikan dan
Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2011.
Elfiadi, Kecerdasan Jamak Pada Anak
Usia Dini, “Jurnal Idqan”, Vol. 8, No. 2 (2017).
George S. Morrison. Dasar-Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks, 2012.
Howard Gardner. Multiple
Intelligences, terj. Yelvi Andri Zaimur. Jakarta: Daras Books, 2013
Karina Rahmawati. The Factors Which
Influence The Linguistic Intelligence, “Jurnal Pendidikan Guru Sekolah
Dasar”, Vol. 5, No. 3 (2016).
Mujiono. Menggambar Realistik Melalui
Pengoptimalan Kerja Belahan Otak Kanan, “Imajinasi Jurnal Seni”, Vol. 9, No.1 (2015).
Nini Subini. Mengatasi
Kesuliatan Belajar Pada Anak. Yogjakarta: Javalitera, 2011.
Ratna Supradewi. Otak, Musik, dan
Proses Belajar. “Jurnal Buletin Psikologi”, Vol. 18, No. 2 (2010).
Saifullah. Mencerdaskan Anak
(Mengoptimalkan Kecerdasan Intelektual, Emosi dan Spiritual Anak). Jombang:
Lintas Media, 2004.
Tadkiroatun Musfiroh. Multiple Intelligences dan
Implikasinya dalam Pendidikan. tt: Islamic Sources, 2016.
Tiya Setyawati. Meningkatkan
Kecerdasan Musikal Melalui Bermain Alat Musik Angklung. “Jurnal Pendidikan
dan Kajian Seni”, Vol. 2, No. 1 (2017).
Usfandi Haryaka. Pengaruh Kecerdasan
Intrapersonal dan Lingkungan Keluarga Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa
Kelas VIII SMP Negeri Di Kecamatan Samarinda Ulu Tahun Ajaran 2013/2014,
“Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika dan Sains”, Vol. 1, No. 1 (2017).
Wigati dan Sutriono. Deskripsi
Penggunaan Otak Kiri Dan Otak Kanan Pada Pembelajaran Matematika Materi Pola
Bagi Siswa SMP, “Jurnal Mitra Pendidikan”, Vol. 1, No. 10 (2017).
Yasbiati. Upaya Meningkatkan
Kecerdasan Naturalis Melalui Kegiatan Bercocok Tanam Di Bambim Al-Abror
Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya, “Jurnal PAUD Agapedia”, Vol.1, No.2
(2017).
Yuliani
Nurani dan Bambang Sujiono. Bermain
Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta Barat: Permata Puri Media, 2013.
Yuliani Nurani Sujiono. Kecerdasan
Majemuk di TK (Multiple Intelligent). Jakarta: Universitas Terbuka, 2009.
[1] Howard Gardner, Multiple
Intelligences, terj. Yelvi Andri Zaimur (Jakarta: Daras Books, 2013), h. 7.
[2] Ibid, h. 19.
[3] Yuliani Nurani Sujiono, Kecerdasan
Majemuk di TK (Multiple Intelligent), (Jakarta, Universitas Terbuka, 2009),
h. 61.
[4] Tadkiroatun Musfiroh, Multiple Intelligences dan
Implikasinya dalam Pendidikan, (tt: Islamic Sources, 2016).
[5] Elfiadi, Kecerdasan Jamak
Pada Anak Usia Dini, “Jurnal Idqan”, Vol. 8, No. 2 (2017), h. 36.
[6] George S. Morrison, Dasar-Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: PT Indeks, 2012), h. 45
[7] Yuliani Nurani Sujiono, Kecerdasan
Majemuk di TK (Multiple Intelligent), h. 61.
[8] Howard Gardner, Multiple
Intelligences…, h. 19.
[9] Yuliani Nurani Sujiono, Kecerdasan
Majemuk di TK…, h. 65.
[10] Ratna Supradewi, Otak ,
Musik, dan Proses Belajar, “Jurnal Buletin Psikologi”, Vol. 18, No. 2
(2010), h. 58.
[11] Mujiono, Menggambar Realistik Melalui Pengoptimalan Kerja Belahan
Otak Kanan, “Imajinasi Jurnal Seni”, Vol. 9,
No.1 (2015), h. 35.
[12] Wigati dan Sutriono, Deskripsi
Penggunaan Otak Kiri dan Otak Kanan Pada Pembelajaran Matematika Materi Pola
Bagi Siswa SMP, “Jurnal Mitra Pendidikan”, Vol. 1, No. 10 (2017), h. 1022.
[13] Howard Gardner, Multiple
Intelligences…, h. 27.
[14] Howard Gardner, Multiple
Intelligences…, h. 19.
[15] Ibid, h. 26
[16] Karina Rahmawati, The Factors
Which Influence The Linguistic Intelligence, “Jurnal Pendidikan Guru
Sekolah Dasar”, Vol. 5, No. 3 (2016), h. 228.
[17] Arif Rohman, Memahami
Pendidikan dan Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2011), h.
137.
[18] Karina Rahmawati, The Factors
Which Influence The Linguistic Intelligence, h. 229.
[19] Yuliani Nurani Sujiono, Kecerdasan
Majemuk di TK…, h. 612.
[20] Ibid, h. 612
[21] Ibid, h. 613
[22] Saifullah, Mencerdaskan Anak
(Mengoptimalkan Kecerdasan Intelektual, Emosi dan Spiritual Anak),
(Jombang: Lintas Media, 2004), h. 31
[23] Howard Gardner, Multiple
Intelligences…, h. 25.
[24] Ibid, h. 617
[25] Yuliani Nurani dan Bambang Sujiono, Bermain
Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak (Jakarta
Barat: Permata Puri Media, 2013), h. 34
[26] Nini Subini, Mengatasi
Kesuliatan Belajar Pada Anak (Yogjakarta: Javalitera, 2011), h.73
[27] Yuliani Nurani Sujiono, Kecerdasan
Majemuk di TK…, h. 617
[28] Usfandi Haryaka, Pengaruh
Kecerdasan Intrapersonal dan Lingkungan Keluarga Terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri Di Kecamatan Samarinda Ulu Tahun Ajaran
2013/2014, “Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika dan Sains”, Vol. 1, No.
1 (2017), h. 17.
[29] Yuliani Nurani Sujiono, Kecerdasan
Majemuk di TK…, h. 622
[30] Ibid, h. 623
[31] Amalia Wahyuni, Hubungan
Kecerdasan Interpersonal Siswa Dengan Perilaku Verbal Bullying di SD Negeri 40
Banda Aceh, “Jurnal Pesona Dasar”, Vol.3, No.4 (2016), h. 34.
[32] Yuliani Nurani Sujiono, Kecerdasan
Majemuk di TK…, h. 624
[33] Ibid, h. 624
[34] Ibid, h. 617
[35] Ibid, h. 617
[36] Yasbiati, Upaya Meningkatkan
Kecerdasan Naturalis Melalui Kegiatan Bercocok Tanam Di Bambim Al-Abror
Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya, “Jurnal PAUD Agapedia”, Vol.1, No.2
(2017), h. 204
[37] Howard Gardner, Multiple
Intelligences…, h. 25.
[38] Yuliani Nurani Sujiono, Kecerdasan
Majemuk di TK…, h. 626
[39] Tiya Setyawati, Meningkatkan
Kecerdasan Musikal Melalui Bermain Alat Musik Angklung, “Jurnal Pendidikan
dan Kajian Seni”, Vol. 2, No. 1 (2017), h. 77.
[40] Yuliani Nurani Sujiono, Kecerdasan
Majemuk di TK…, h. 624