MEMBENTUK KARAKTER
ANAK DENGAN TELADAN
Oleh: Hasrian Rudi
Setiawan, M.Pd.I
Siapa sih orang
tua yang tidak mengiginkan anaknya
menjadi anak yang memiliki akhlak yang baik, disiplin dan bertanggung jawab?.
Dan orang tua manapun juga pasti menginginkan anaknya menjadi seorang yang
memiliki kepribadian yang baik, jujur dan dapat dipercaya?. Tentunya, hal ini tidak dapat di pungkiri
bahwa semua orang tua pasti ingin memiliki anak yang berkarakter terpuji. Anak
berkarakter merupakan anak dambaan orang tua, yang nantinya diharapkan dapat
menjadi pioner dalam memajukan negeri ini. Namun, mendidik anak bukanlah hal
yang mudah seperti membalikkan telapak tangan. Dalam dunia pendidikan tidak ada
istilah sim salabim dalam membentuk pribadi dan karakter anak dan dalam mendidik mendidik anak bukan merupakan
hal yang dapat dilakukan dengan instant pula.
Keluarga
merupakan sekolah pertama bagi anak, di mana ibu dan ayahnya memiliki peranan
yang sama pentingnya dalam mendidik anak. Pendidikan seorang anak dimulai
ketika seorang anak berada di dalam kandungan. Anak dalam kandungan sudah
dapat merasakan kasih sayang yang diberikan oleh orang tuanya. Bahkan, seorang
anak juga dapat merasakan emosi yang sedang dialami oleh ibunya. Tidak hanya
itu, bahkan keadaan emosi yang dimiliki sang ibu akan berpengaruh pula pada
kepribadian anak kelak. Misalnya, ibu yang ketika hamil senantiasa dalam
keadaan sedih atau marah, anak yang dilahirkannya pun akan memiliki emosi yang
kurang stabil misalnya mudah rewel atau mudah marah. Demikian pula sebaliknya.
Karena itu, seorang ibu hamil hendaknya menjaga agar emosinya stabil dan
melakukan hal-hal yang positif agar anak yang dilahirkannya nanti adalah anak
dengan emosi stabil pula.
Walaupun
demikian, tugas mendidik anak bukanlah tugas seorang ibu saja, namun seorang
suami (ayah) dukungan sangat berarti, dalam hal ini karena bagaimanapun keadaan
yang terjadi di lingkungan ibu hamil sangat memengaruhi kondisi fisik dan
mentalnya. Ketika anak lahir, mulailah pendidikan secara nyata dilakukan. Pendidikan
bukan hanya mengajarkan baca, tulis, dan hitung saja seperti yang selama ini
dipahami oleh sebagian besar orang. Pendidikan karakter merupakan hal mendasar
yang harus diberikan kepada anak sebagai dasar untuk kehidupannya di masa yang
akan datang. Percuma saja apabila anak di bekali dengan ilmu pengetahuan yang
baik namun tidak di bekali dengan pendidikan karakter yang baik.
Dalam mendidik karakter
anak dilakukan secara kontiniu (terus menerus), dalam mendidik karakter
anak tidak perlu menggunakan silabus, RPP (rencaa pelaksanaan pembelajaran)
tertentu. Namun demikian harus terdapat tujuan yang ingin dicapai oleh pendidik
(orang tua, guru dan masyarakat) dalam mendidik karakter anak. Selain itu pula
pendidik (orang tua, guru dan masyarakat) harus memiliki strategi, metode dan
langkah-langkah khusus dalam menenamkan karakter kepada anak. Selain itu juga,
orang tua juga dapat memanfaatkan kejadian yang rutin dilakukan dengan
membiasakan kepada anak. Misalnya, Misalnya, untuk menanamkan nilai-nilai religious,
dapat ditanamkan dengan membiasakan anak beribadah misalnya dengan membiasakan
anak mengikuti shalat berjamaah di rumah atau di masjid dan ini tentunya harus
dilakukan setiap saat agar anak terbiasa melakukannya.
Kemudian, orang
tua juga dapat memasukkan nilai-nilai karakter kepada anak melalui kejadian
insidentil. Misalnya, ketika melihat sampah yang berserakan, kita dapat
menunjukkan kepada anak bahwa yang demikian itu tidak baik. Kita bisa
mengatakan kepada anak akibat-akibat yang terjadi jika sampah dibuang
sembarangan. Kemudian, jika anak ingin membuang sampah, harus diarahkan agar anak
membuang sampah pada tempatnya.
Karena itu,
mengutip pendapat yang disampaikan oleh Ki. Hajar Dewantara dalam mentidik
anak, yaitu: Ing Ngarso Sung Tulodo, artinya:
di depan menjadi teladan. Jadi makna Ing Ngarso Sung Tulodo adalah menjadi
seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang-orang
disekitarnya, khususnya terhadap anak. Ing Madyo
Mbangun Karso, artinya: di tengah-tengah membangkitan
kemauan. Karena itu, seorang pendidik (orang tua, guru dan masyarakat) dalam
mendidik anak, ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau
menggugah semangat. Karena itu seseorang juga harus mampu memberikan
inovasi-inovasi dilingkungannya dengan menciptakan suasana yang lebih kodusif
untuk keamanan dan kenyamanan. Tut Wuri
Handayani, artinya: seorang pendidik (orang tua, guru dan
masyarakat) dalam mendidik anak harus selalu memberikan dorongan moral atau
dorongan semangat. Karena itu, seorang seseorang harus memberikan dorongan moral dan
semangat kerja dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh orang-orang
disekitar kita menumbuhkan motivasi dan semangat.
Karena itu, dalam mendidik anak seseorang harus berusaha
sesuai degan apa yang di katakana oleh Ki. Hajar Dewan Tara tersebut, Memang tidak mudah mendidik anak. Tapi, dengan
ketelatenan dari orang tua, karakter yang baik akan terbentuk. Namun, tidak
boleh dilupakan bahwa memerintahkan anak untuk melakukan kebaikan tidak ada gunanya
jika orang tua tidak memberi contoh. Misalnya: ketika orang tua menyuruh anaknya
untuk menjaga kebersihan tetapi dia sendiri tidak mau melakukannya. Kita pusing
karena sulit memerintah anak untuk disiplin waktu, sementara kita juga sering
melalaikan waktu. karena itu, dalam mendidik anak hendaknya memberikannya
contoh, teladan terbaik yang dapat dilihat dan ditiru oleh anak karena anak
adalah peniru paling ulung di muka bumi ini. Ibaratnya, anak adalah cermin diri
kita. Jadi, sebelum menjadikannya pribadi yang berkarakter, jadikanlah diri
kita, orang tua, sebagai pribadi yang berkarakter teladan bagi anak. Karena
itu, kita semua terutama orang tua memiliki tanggung jawab dalam mendidik anak.
Al-Gazali mengatakan bahwa, “anak itu amanah
Tuhan bagi kedua orang tuanya, hatinya bersih bagaikan mutiara yang indah
bersahaja, bersih dari lukisan dan gambar. Ia menerima setiap yang dilukiskan,
cenderung ke arah apa saja yang di arahkan kepadanya. || Penulis Dosen
FAI UMSU. (telah terbit di harian medan pos, 2015).