PROBELAMTIKA KEKERASAN DALAM PENDIDIKAN
Oleh:
Hasrian
Rudi Setiawan, M.Pd.I
Lidia,
S.Pd.I
Kekerasan sebagaimana yang telah diketahui bersama
bukanlah hal yang aneh dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena, permasalahan
kekerasan, hampir terjadi disetiap tempat baik di lingkungan keluarga,
masyarakat maupun dalam lingkungan sekolah. Namun demikian, tindakan kekerasan
pada hakikatnya tidak pernah menyelesaikan masalah, selain meninggalkan luka
fisik maupun luka batin.
Pada saat ini permasalahan kekerasan khususnya yang
terjadi di lingkungan sekolah semangkin menjadi perhatian masyarakat dan pemerintah. Beberapa contoh
kekerasan yang terjadi di sekolah disebabkan oleh faktor guru, yang secara
tidak sengaja bertindak dalam rangka, mendisiplinkan siswa dalam mengajar. Hal
ini terkadang, sering membuka peluang terjadinya kekerasan. Terkadang banyak
guru atau pendidik yang tidak mengerti bahwa mencubit, memukul, menjewer dan
lain sebagainya adalah merupakan salah satu tindakan kekerasan. Dan adalagi
kekerasan dalam bentuk psikis yang terkdang tidak di sadari oleh guru,
diantaranya adalah mengintimidasi, menghina, mengancam, merendahkah,
mendiskriminasikan, menyindir, mengusir, memaki, mengabaikan, menyamakan dengan
binatang, mengejek, dan sebagainya.
Salah satu tugas guru di kelas adalah
mendisiplinkan peserta didiknya dalam lingkungan sekolah terutama ketika proses
belajar mengajar berlangsung, sebab jika siswa tidak disiplin maka pesan-pesan
pembelajaran akan sulit diterimanya. Karena itu,
Mendisiplinkan peserta didik merupakan suatu bentuk sikap agar anak memiliki tanggung jawab, mandiri dan yang terpenting mengakui hak dan keinginan orang lain serta memiliki tanggung jawab sosial secara manusiawi. Namun, apakah mendisiplinkan siswa harus dilakukan dalam bentuk hukuman atau kekerasan?.
Mendisiplinkan peserta didik merupakan suatu bentuk sikap agar anak memiliki tanggung jawab, mandiri dan yang terpenting mengakui hak dan keinginan orang lain serta memiliki tanggung jawab sosial secara manusiawi. Namun, apakah mendisiplinkan siswa harus dilakukan dalam bentuk hukuman atau kekerasan?.
Segala bentuk kekerasan yang dilakukan baik itu
bentuk kekerasan pisik maupun psikis bukanlah merupakan solusi untuk
mendisiplinkan peserta didik. Walaupun kererasan seperti itu terkadang dapat
membuat peserta didik, patuh dan taat kepada perintah gurunya. Namun semua itu,
merupakan bentuk tindakan pemaksaan dan terkadang seorang anak hanya
berpura-pura untuk disiplin dan menuruti perintah gurunya, padahal dalam hati
mereka, mereka engan melakukanya. Selain itu juga, kekerasan dapat mengakibatkan
hal-hal yang akan berdampak bagi masa depan anak baik dari perkembangan,
pertumbuhan dan kepribadiannya. Akibat kekerasan akan membuat perilaku anak
menjadi tidak konsisten yakni patuh di depan dan berani di belakang guru atau orang
tua.
Di lingkungan sekolah, tindakan kekerasan dapat
menimbulkan dampak yang sangat besar bagi perkembangan peserta didik, misalnya
seperti peserta didik yang hilang rasa percaya diri dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan guru karena takut salah, kreativitas mereka
menjadi terhambat, mereka menjadi malas mencoba dalam proses pembelajaran
karena takut salah, indispliner, dan tidak semangat pergi ke sekolah dan lain
sebagainya. Hal ini terbukti, bahkan penulis sendiri mengalami hal tersebut
ketika masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), pada mata
pelajaran Fisika, penulis pernah mendapat tindakan kekerasan oleh salah seorang
guru. Hal ini tentu membuat hilangnya kepercayaan diri dan keberanian untuk
mendalami bidang studi Fisika.
Karena itu, sebenarnya untuk mendisiplinkan peserta
didik hendaknya haruslah dilakukan secara yang bijak sana dan berkelanjutan.
Artinya, disiplin harus ditanamkan sejak usia dini dan harus dilakukan secara
konsisten. Dalam hal ini, pendidik harus memberikan teladan yang baik,
memotivasi dan memberikan batas-batas yang jelas mana yang boleh dan tidak
boleh dilakukan, serta dengan komunikasi yang dapat dipahami dan disepakati
bersama. Namun, apabila peserta didik masih melakukan pelanggaran , maka sikap
guru selaku pendidik ialah menasihati dan memberikan pengertian kepada anak
tentang perilaku yang dilanggarnya. Guru hendaknya di satu sisi harus dapat
memberikan sikap tegas kepada siswa, namun bukan berarti dengan cara kekerasan dengan
luapan kemarahan atau penyaluran emosi yang dapat menyakiti fisik siswa.
Terkadang hukuman selain akan memberikan dampak
yang besar terhadap perkembangan siswa juga akan mengakibatkan siswa memiliki
rasa dendam. Dan jika siswa tersebut tidak dapat membalaskan dendamnya, maka
akan terjadi pengalihan dalam bentuk kekerasan terhadap orang lain misalnya
tawuran, dan akan muncul sikap kasar. Kemudian, sikap negative guru selaku
pendidik terkadang sering menjadi pedoman bagi siswanya. Misalnya guru yang
cerewet, judes, suka menghardik, apalagi melakukan kekerasan fisik, tanpa
disadari akan ditiru oleh para siswa. Namun, sebaliknya, perilaku guru yang sabar,
cerdas, memperlakukan siswa dengan penuh kasih sayang, dengan sendirinya sikap tersebut akan mendorong siswa menjadi
orang yang berprestasi, dan menjauhkan mereka dari berbagai tindakan negatif.
Penutup
Bagi seorang
guru hendaknya dalam mendidik siswanya hindarilah tindakan kekerasan baik itu
kekerasan dalam bentuk fisik dan fisikis. Hal ini karena dapat menyebabkan
terhambatnya perkembangan siswa kearah yang di inginkan. Karena itu, bagi guru
hendaknya dapat menjadi teladan dan motivator bagi siswanya. Hal ini
sebagaimana kata Ki Hajar Dewantara, yaitu: Ing Ngarso Sung
Tulodo (di depan kita memberi contoh), Ing Madya Mangun Karso (ditengah
membangun prakarsa dan bekerjasama), Tut Wuri Handayani (di
belakang memberi semangat dan dorongan). (Telah Terbit Di Harian Jurnal
Asia, 2016).