ASURANSI DALAM PANDANGAN ISLAM
Oleh: Hasrian Rudi Setiawan, M.Pd.I
Pada zaman sekarang ini, kehidupan manusia sarat
dengan berbagai macam bahaya dan resiko. Resiko kerja yang dapat mengancam
setiap individu orang beragam, mulai dari kecelakaan transportasi udara, kapal,
hingga angkutan darat. Dan tentunya setiap orang tidak akan ada yang tahu apa yang akan
terjadi esok hari dan tidak ada yang
dapat mengetahui kapan, dimana dia akan meninggal dunia. Untuk menanggulangi
itu semua, ada diantara sebahagian orang berinisiatif untuk membuat suatu transaksi yang bisa
menjamin diri dan hartanya, yang kemudian dikenal dengan istilah asuransi.
Asuransi merupakan jaminan yang diberikan oleh
penaggung kepada yang bertanggung untuk risiko kerugian sebagaimana yang ditetapkan
dalam surat perjanjian bila terjadi kebakaran kecuriam kerusakan dan sebagainya
ataupun mengenai kehilangan jiwa atau kecelakaan lainnya dengan yang
tertanggung membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung tiap-tiap
bulan. Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hal itu sama dgn
orang yg bersedia membayar kerugian yg sedikit pada masa sekarang agar dapat
menghadapi kerugian-kerugain besar yg mungkin terjadi pada masa yg akan datang.
Contohnya dalam asuransi kebakaran seseorang mengasuransikan pabriknya atau
tokonya kepada perusahaan asuransi. Orang tersebut harus membayar premi kepada
perusahaan asuransi. Bila terjadi kebakaran maka perusahaan akan mengganti
kerugian-kerugian yg disebabkan oleh kebakaran itu.
Asuransi merupakan muamalat kontemporer yang
belum ada pada zaman nabi Muhammad Saw. Karena itu, perlu ada penjelasan
tentang hukumnya di dalam Islam. Ada
berbagai macam jenis asurani di antaranya adalah: Pertama, Asuransi jiwa
merupakan asuransi yang tujuannya menanggung kerugian orang yang
sifatnya finansial, misalnya disebabkan orang meninggal terlalu cepat (sehingga
meninggalkan anak dan istri yang masih dalam tanggungannya) atau hidupnya
terlalu lama (terjadi apabila seseorang yang telah mencapai umur
ketuaannya dan tidak mampu untuk mencari nafkah sehingga tidak mampu membiayai
anak-anaknya, maka dengan adanya asuransi jiwa dapat terbantu).
Kedua, Asuransi kebakaran merupakan asuransi yang bertujuan untuk
mengganti kerugian yang disebabkan oleh kebakaran. Dalam hal ini pihak
perusahaan menjamin risiko yang terjadi karena kebakaran. Karena itu, perlu
dibuat suatu kontrak antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi. Selain
dua jenis asuransi yang disebutkan di atas ada jenis asuransilain seperti
asuransi kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Dari jenis asuransi yang kini
ada di Indonesia, sebenarnya tujuan dari semua jenis asuransi itu pada
prinsipnya pihak perusahaan asuransi memperhatikan tentang masa depan kehidupan
keluarga pendidikannya dan termasuk jaminan hari tua. Demikian juga perusahaan
asuransi turut memikirkan dan berusaha utk memperkecil kerugian yang mungkin ditimbulkan
akibat terjadi resiko dalam melaksanakan kegiatan usaha baik terhadap
kepentingan pribadi atau perusahaan.
Saat ini, sudah banyak masyarakat Indonesia
terlibat di dalam masalah asuransi termasuk juga umat Islam, maka perlu dibahas
masalah Hukum Asuransi dalam pandangan Islam. Ada dua pendapat mengenai hukum
Asuransi, diantaranya adalah: Pendapat Pertama, Asuransi haram
dilakukan, Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Yusuf Qardhawi dan
Muhammad Bakhil al-Muth’i. adapun alasan yang mereka kemukakan adalah: Orang yang
melakukan asuransi sama halnya degan orang yangg mengingkari rahmat Allah,
karena Allah yang menentukan segala-galanya termasuk memberikan rezeki kepada
makhluknya. Mereka beralasan dengan firman Allah, yang artinya: “Dan tidak
ada suatu binatang melata pun dibumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya.” (QS. Huud: 6). Kemudian dalam firman Allah yang lain disebutkan,
yang artinya:“Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup
dan makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.”(QS.
Al-Hijr: 19).
Dari ayat tersebut, dapat dipahami bahwa Allah
sebenarnya telah menyiapkan semuanya untuk kebutuhan manusia dan setiap makhluk
ciptaannya. Karena itulah menurut pendapat mereka Asuransi haram untuk
dilakukan karena mengingat bahwa asuransi menurut pendapat mereka adalah
termasuk judi, mengandung unsur-unsur tidak pasti, mengandung unsur riba, Asurnsi
mengandung unsur pemerasan karena pemegang polis apabila tidak bisa melanjutkan
pembayaran preminya akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
Pendapat Kedua, Asuransi diperbolehkan untuk dilakukan.
Pendapat ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa, Muhammad
Yusuf Musa dan Abd. Rakhman Isa. Mereka
beralasan bahwa asuransi tersebut adalah suatu akad yang tidak ada nash yang
melarangnya, ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak, saling
menguntungkan kedua belah pihak, dapat menanggulangi kepentingan umum sebab
premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang
produktif dan pembangunan, termasuk akad mudhrabah, termasuk koperasi,
dianalogikan dengan sistem tabungan pensiun.
Pendapat Ketiga, Asuransi yang
bersifat sosial diperbolehkan dan asuransi yang bersifat komersial
diharamkan. Pendapat ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah. Adapun
alasan kelompok ini adalah sama dengan kelompok pendapat pertama dalam asuransi
yang sifatnya komersial dan dalam asuransi yang bersifat social sama
pendapatnya dengan kelompok pendapat kedua.
Dari ketiga pendapat di atas tadi, adapula
pendapat lain yang mengatakan bahwa asuransi hukumnya adalah subhat hal ini
karena tidak ada dalil yang tegas mengharamkan atau menghalalkan asuransi.
Karena itu, Allah sebenarnya telah menyiapkan segala-galanya untuk keperluan
semua makhluk-Nya. Namun walaupun demikian, manusia juga diperintahkan Allah
untuk berusaha mendapatkan karunia Allah dengan jalan berusaha dan mengikhtiarkannya.
Orang yang melibatkan diri kedalam asuransi ini adalah merupakan salah satu bentuk
ikhtiar untuk mengahdapi masa depan dan masa tua, agar dimasa tuanya tetap
mendapatkan kebahagiaan. Namun karena masalah asuransi ini tidak ada dijelaskan
secara tegas dalam nash, maka masalah asuransi dipandang sebagai masalah ijtihad
dan perbedaan pendapat tersebut juga harus dihargai. || Penulis Dosen
Pendidikan Agama Islam UMSU. (Telah Terbit di Harian Jurnal Asia, 2016).