Selamat Datang di Website Guru PAI

HUKUM TRANSFUSI DARAH DALAM ISLAM

HUKUM TRANSFUSI DARAH DALAM ISLAM
Oleh: Hasrian Rudi Setiawan, M.Pd.I

Manusia adalah makhluk sosial yang dalam menjalani kehidupanya membutuhkan bantuan orang lain. Dalam ajaran Islam setiap muslim diperintahkan untuk saling tolong menolong dalam kebaikan, apalagi itu terkait dengan masalah nyawa. Tentunya dalam menolong orang lain, dilakukan sesuai dengan kemampuan dan tidak merugikan pihak manapun. Tranfusi darah adalah salah satu wujud kepedulian sosial kepada sesama mnusia. Dalam kehidupan bermasyarakat telah lazim seseorang melakukan donor darah, baik dilakukan dengan suka rela maupun melakukan donor darah dengan menjualnya kepada yang membutuhkan. Transfusi darah merupakan masalah baru dalam hukum Islam, karena tidak ditemukan hukumnya dalam fiqih pada masa-masa pembentukan hukum Islam. Dalam Alquran dan hadits juga tidak disebutkan secara khusus tentang boleh tidaknya melakukan transfusi darah. Sehingga pantaslah masalah transfusi darah dalam hukum Islam adalah masalah baru yang harus diketahui hukumnya dan dicarikan dalil kehalalanya atau keharamanya dalam Alquran maupun hadits nabi. Sehingga jelas boleh atau tidaknya melakukan transfuse darah bagi seorang muslim. Karena itu, keadaan ini perlu diketahui status hukumnya atas dasar kajian ilmiah.
Kata transfusi darah berasal dari bahasa Inggris, yaitu: “Blood Transfution” yang artinya memasukkan darah orang lain ke dalam pembuluh darah orang yang akan ditolong. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan jiwa seseorang karena kehabisan darah. Sedangkan menurut Husnain Muhammad Makhluuf menyebutkan bahwa transfusi darah adalah memanfaatkan darah manusia, dengan cara memindahkannya dari (tubuh) orang yang sehat kepada orang yang membutuhkannya, untuk mempertahankan hidupnya.
Pada dasarnya dalam hukum Islam, darah yang dikeluarkan dari tubuh manusia tergolong najis mutawasithah. Maka darah tersebut hukumnya haram untuk dimakan dan dimanfaatkan. Hal ini sebagaimana firman Allah, yang artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Maidah: 3).
Dalam Alquran surat al-Maidah ayat 3, pada dasarnya melarang memakan maupun mempergunakan darah, baik secara langsung ataupun tidak. Namun apabila digunakan dalam keadaan darurat maka diperbolehkan untuk di gunakan. Dengan kata lain, apabila darah merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan jiwa seseorang yang membutuhkan darah, maka mempergunakan darah diperbolehkan. Bahkan melaksanakan transfusi darah dianjurkan demi menyelamatkan jiwa manusia. Hal tersebut sesuai dengan tujuan syariat Islam, yaitu kemaslahatan untuk umat manusia. Kemaslahatan yang terkandung dalam mempergunakan darah adalah untuk menjaga keselamatan jiwa seseorang yang merupakan hajat manusia dalam keadaan darurat, karena tidak ada bahan lain yang dapat dipergunakan untuk menyelamatkan jiwa seseorang. Maka, dalam hal ini najis seperti darah pun boleh dipergunakan untuk mempertahankan kehidupan. Misalnya seseorang yang menderita kekurangan darah karena kecelakaan, maka dalam hal ini diperbolehkan menerima donor darah dari orang lain. Hal ini sesuai dengan Qaidah Fiqih yang artinya: Tidak ada yang haram bila berhadapan dengan keadaan darurat, dan tidak ada yang makruh bila berhadapan dengan hajat (kebutuhan).”
Dalam Qaidah Fiqih tersebut menunjukkan bahwa dalam hukum Islam diperbolehkan hal-hal yang haram ataupun hal-hal yang makruh bila dalam keadaan darurat. Dengan demikian transfusi darah untuk menyelamatkan jiwa manusia dibolehkan bahkan diwajibkan. Bagi orang yang mendonorkan daranya kepada orang lain tentunya akan mendatangkan kebaikan dan Allah juga akan memberikan balasan berupa pahala. Karena, Allah Swt sangat menyukai orang yang membantu orang lain, apalagi membantu saudaranya yang dalam keadaan kesulitan. Hal ini sebagaiman hadits Rasulullah Saw, yang artinya: “Sesungguhnya Allah akan menolong seorang hamba-Nya selama hamba itu menolong orang yang lain.” (HR. Muslim).
Selain itu pula, seorang muslim diperbolehkan pula melakukan donor darah kepada saudaranya yang berbeda keyakinan (agama), demikian juga sebaliknya. Jadi tidak ada halangan untuk melakukan donor darah kepada siapapun walaupun itu kepada saudaranya yang berbeda keyakinan (agama) sekalipun. Karena itu, tolong menolonglah dalam berbuat kebaikan dan takwa dan jangan pula tolong menolong dalam berbuat kemaksiatan dan kesalahan. || Penulis Dosen FAI UMSU. (telah terbit di harian orbit, 2016).



Share this post :

Welcome

SELAMAT DATANG DI WEBSITE GURU PAI ||SEBAIK-BAIK KAMU ADALAH ORANG YANG BERMANFAAT BAGI ORANG LAIN (HADITS NABI) || GURU YANG BAIK ADALAH GURU YANG DAPAT DI GUGU DAN DITIRU.
 
Copyright © 2015. Hasrian Rudi Setiawan - All Rights Reserved