MALUKAH ANDA MENUTUP AURAT
Oleh:
Hasrian Rudi Setiawan
Dosen Fakultas Agama Islam UMSU
Salah
satu sifat terpuji yang harus dimiliki setiap insan adalah rasa malu. Karena,
apabila rasa malu hilang pada diri manusia maka eksistensi manusia sebagai
mahluk sempurna dibandingkan dengan ciptaan yang lain juga sirna. Rasa malu
sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah Saw, adalah bagian dari pada iman.
Tanpa ada rasa malu pada pribadi seseorang maka iman tidak akan bisa sempurna. Pada
zaman sekarang ini, rasa malu ibarat barang yang langka dan sulit untuk
dijumpai. Sebab, sifat malu ini hanya dimiliki oleh orang yang mempunyai
keyakinan bahwa segala tingkah laku perbuatannya dipantau dan diawasi oleh
Allah. perasaan ini akan muncul seiring dengan semangkin tingginya komitmen
kehambaannya pada Allah Swt.
Dalam
Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) malu adalah perasaan merasa tidak enak hati (rendah, hina)
dikarenakan berbuat sesuatu yang kurang baik. Dari pengertian tersebut, sifat malu muncul
dikarenakan melakukan sesuatu yang salah dalam
pandangan Allah. Malu hadir disaat seseorang hendak melakukan perbuatan maksiat
baik bersifat pribadi atau kepada orang lain. Semakin besar sifat malu
seseorang, maka semakin jauh dia untuk
melakukan sesuatu yang melenceng dari ajaran Allah. Karena itu, pada hakikatnya
malu merupakan sikap yang memotivasi untuk meninggalkan keburukan. Namun,
terkadang banyak orang sering salah persepsi dalam memahami rasa malu tersebut.
Misalnya: ketika seseorang diajak untuk menutup aurat atau mengenakan jilbab,
maka ada diantara sebahagian orang secara spontanitas mengatakan “aku belum
siap”, “aku belum sanggup”, atau “nanti ajalah” dan muncul rasa malu untuk
menutup aurat. Persepsi (pandangan) ini sangat salah dalam memaknai rasa malu.
Bahkan bertentangan dengan hadis Rasul Saw, yang
artinya: “Malu dan iman keduanya selalu berbarengan, apabila
salah satu di antaranya
lenyap, maka yang lainnya pun akan lenyap pula.” (HR. Abu Na’im). Kemudian dalam hadits lain juga disebutkan,
yang artinya: “Perasaan malu selalu mendatangkan kebaikan.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Dari hadits tersebut
dapat dipahami bahwa munculnya rasa malu selalu harus diiringi dengan iman yang
berupaya meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Swt. karena itu, apabila ada suatu perasaan merasa malu melakukan kebaikan,
seperti berjilbab atau malu melakukan perbuatan baik lainnya. Perasaan tersebut
merupakan perasaan bimbang yang dibisikkan oleh syaitan kepada diri kita, agar
kita tidak menjalankan perintah Allah. Ada beberapa sebab seorang muslimah belum siap
mengenakan jilbab (menutup aurat), diantaranya adalah: Pertama, Tidak
sejalan dengan perbuatan. Sebahagian wanita beralasan tidak menutup aurat
karena menganggap perbuatanya belum sesuai dengan syariat Islam. Misalnya,
salatnya masih sering bolong, mulutnya belum terjaga dari menggunjing dan lain
sebagainya. Anggapan demikian adalah anggapan yang salah. Karena menutup aurat
merupakan sebuah kewajiban yang berbeda dengan kewajiban melakukan ibadah lain
(salat, puasa dan lain-lain). Begitupun salat lima waktu juga sebuah syariat
yang mesti dikerjakan, jadi apabila seseorang belum bisa mengerjakan suatu
kewajiban (mengerjakan salat) dengan sempurna, buka berarti harus meninggalkan
kewajiban yang lain (menutup aurat). Bahkan dengan tetap konsisten mengerjakan
suatu kewajiban, maka kewajiban yang belum mampu dikerjakan akan lebih mudah
untuk dikerjakanya.
Kedua, Tuntutan pekerjaan. Terkadang keinginan
menjalankan syariat Islam terhalang dengan tuntutan pekerjaan. Hal ini tidak
dapat dipungkiri bahwa ada sebahagian pekerjaan di haruskan berpakaian seksi,
yang tujuanya menarik konsumen. Tentunya hal ini merupakan pilihan yang sulit
bagi kaum wanita yang membutuhkan pekerjaan. Artinya jika dia tetap teguh
dengan pendirianya untuk menutup aurat maka resiko yang diterima adalah akan
hilangnya pekerjaan. Namun sebaliknya jika ia memilih pekerjaanya maka resiko
yang dia ambil adalah menanggalkan hijab. Bagi orang yang beriman, pilihan
demikian tentunya sangat mudah, sebab jika ia memegang janji Allah tersebut,
bahwa setiap orang yang menolong agama Allah dan istiqomah dalam menjalankan
ajaran Islam, maka Allah akan memberikan pekerjaan yang terbaik dan layak
baginya.
Ketiga, Tidak percaya diri pada penampilan yang
baik. Terkadang wanita dalam masalah penampilan lebih teliti dari pada pria.
Hal ini terbukti, sebab ketika seorang wanita ingin pergi misalnya undangan
maka waktu untuk bersolek (berhias) lebih lama dibandingkan dengan pria. Karena
itu, wanita yang tidak mau menggunakan jilbab yang merupakan bagian dalam
menutup aurat, itu ditentukan cantik
atau tidaknya dia meggunakannya, jadi ada semacam kesan apabila penampilan
kelihatan kurang “dihargai/menarik perhatian” orang maka itu bisa jadi faktor
penghambat untuk mengunakan jilbab. Padahal hal tersebut sangat menyalahi maksud
dan tujuan berjilbab yang digunakan untuk menutup tubuh yang dipandang aurat.
Karena itu, menutup aurat adalah perintah Allah, tidak ada alasan
malu untuk menggunakan jilbab. Sebab perintah mengenakan jilbab adalah perintah
Allah yang wajib untuk dilaksanakkan. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt,
yang artinya: “Wahai
Nabi, katakanlah kepada istri-istri, anak-anak perempuan dan istri-istri orang
Mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang
demikian itu supaya mereka mudah dikenali, oleh sebab itu mereka tidak
diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Al-Ahzab:
59). (telah terbit di harian medan pos, 2016).